Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Foto: Detik.com

Divianews.com | Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis defisit neraca perdagangan Indonesia di 2018 sebesar US$ 8,57 miliar. Angka defisit neraca perdagangan pada tahun 2018 menjadi yang paling besar semenjak tahun 1975.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pun memberi penjelasan. Darmin mengatakan kondisi itu disebabkan ekspor non migas tidak mampu mengimbangi tingginya impor migas. Neraca migas terus mengalami defisit.

“Neraca migasnya defisitnya naik terus. Ya memang migas itu bukan sesuatu yang mudah. Itu karena kebutuhan kita. Sementara non migas pertumbuhannya tidak mampu mengimbangi,” kata Darmin di kantornya, Selasa (15/1/2019).

Berbeda dengan tahun sebelumnya di mana ekspor non migas masih tumbuh cukup baik dalam mengimbangi impor migas.

“Tahun lalu, surplus non migas masih melebihi defisit migas sehingga tahun lalu total neraca perdagangannya masih plus. Angkanya lihat saja lah, sudah tidak ingat. Kalau yang tahun ini surplus non migas sudah tidak bisa mengimbangi,” sebutnya.

Untuk menekan defisit neraca perdagangan, pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan B20 agar konsumsi BBM impor berkurang.

Disamping itu pemerintah juga bakal berupaya terus mendorong ekspor non migas. Itu dilakukan untuk mengimbangi defisit akibat impor migas.

“Itu berarti secara kebijakan, ya kalau migas itu tidak terlalu mudah, walaupun kita berharap ada pengaruhnya dari B20. Yang perlu betul kita lakukan adalah mendorong ekspor non migas,” paparnya.

Berkaitan dengan itu, pemerintah membuka peluang untuk mendorong ekspor ke negara-negara di Afrika.

“Sebenarnya kalau pasar yang bisa didapat itu lebih mengarah ke negara-negara Afrika. Jangan dianggap remeh, pertumbuhan Afrika beberapa tahun terakhir hebat, kita yang mengira orang sana masih terbelakang, ternyata dia berkembangnya bagus,” tambahnya. (red)