Situasi Keamanan Jelang Pelantikan Presiden Dinilai Terkendali
Divianews.com | Jakarta – Penyerangan terhadap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto memunculkan kekhawatiran pada kekuatan yang dinilai ingin menggagalkan pelantikan pasangan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden.
Apalagi Badan Intelijen Negara (BIN) mensinyalir penusukan pada mantan Panglima ABRI itu sebagai upaya mengacaukan situasi keamanan di Indonesia jelang pelantikan yang dijadwalkan 20 Oktober mendatang.
Pengamat Keamanan dan Intelijen, Stanislau Riyanto menyebut ancaman bagi pelantikan Presiden Joko Widodo bisa berasal dari kelompok politik dan ideologi. Namun, kelompok politik ini relatif kondusif pasca dua kali pertemuan antara Jokowi dan penantangnya pada pilpres April 2019 lalu, Prabowo Subianto.
“Hubungan baik antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto menjadi kunci utama stabilitas politik saat ini. Nah proses rekonsiliasi itu cenderung bisa menurunkan tensi konflik yang dari kelompok politik. Jadi relatif lebih aman,” ujar Stanislau pada detikcom, dikutif dari detik.com, Senin (14/10/2019)
Rekonsiliasi tersebut menurut Stanislau memecah kekuatan oposisi. Dulunya oposisi merupakan gabungan antara kelompok politik dan ideologi. Kini lebih didominasi kelompok berbasis ideologi. “Terbukti kemarin ada pertemuan di Masjid Sunda Kelapa. Mereka mengatakan menolak rekonsiliasi,” katanya.
Menurut Stanislau, sikap kelompok ideologi yang menolak rekonsiliasi itu dapat dianggap wajar. Mengingat terdapat tuntutan kelompok oposisi ideologi yang tidak mungkin dapat diakomodasi oleh pemerintah dan perbedaan prinsip yang cukup kuat. Salah satu tuntutannya yakni memulangkan Rizieq Shihab (red)