Divianews.com | Bandung — Perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang tergabung dalam Poros Revolusi Mahasiswa Bandung menyatakan mahasiswa akan berkonsolidasi untuk menggelar demonstrasi menolak rancangan undang-undang bermasalah pada sidang paripurna terakhir DPR RI periode 2014-2019, Senin (30/9).
Juru bicara Poros Revolusi Mahasiswa Bandung Ilyasa Ali Husni mengatakan unjuk rasa tetap berjalan meskipun Ketua DPR Bambang Soesatyo telah menyatakan tak ada pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) menjadi Undang-undang (UU).

Ilyasa mengungkapkan, dari hasil konsolidasi dengan sejumlah BEM di berbagai daerah, mereka sepakat untuk melakukan aksi pada 30 September. Pun aksi digelar agar DPR dan presiden tidak mengetuk palu sejumlah RUU yang dinilai kontroversial.

“Maka dari itu, kami dari Poros Revolusi Mahasiswa Bandung akan berangkat sama-sama ke Jakarta. Kami bersama mahasiswa se-Indonesia akan menggelar aksi unjuk rasa,” kata Ilyasa, Sabtu (28/9).

Menurut Ilyasa, ribuan mahasiswa di Bandung juga akan berdemonstrasi menuntut hal yang sama pada aksi sebelumnya yakni menolak RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU ketenagakerjaan dan RUU lainnya.

Di sisi lain, lanjut dia mahasiswa juga terlanjur kecewa atas pengesahan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 September 2019 silam. Mereka tetap menolak revisi UU KPK yang telah disahkan dalam paripurna DPR, dan menuntut pembatalannya.

Selain itu, kata Ilyasa, aksi dilakukan juga sebagai bentuk solidaritas terhadap pelbagai isu yang terjadi di Indonesia seperti kebakaran hutan dan lahan, serta tragedi di Papua.

“Kita dari Bandung berangkat memakai 30 bus, sekitar enam ribu mahasiswa dan mungkin bisa lebih banyak,” ujarnya.

Sebelum bertolak ke Jakarta, masing-masing BEM kampus di Bandung akan menyampaikan surat kepada pihak kampus.

“Sebelum berangkat menyampaikan aspirasi, kita dari BEM berkoordinasi dengan pihak kampus, himpunan, jurusan dan fakultas melalui surat pemberitahuan dari BEM,” kata Ilyasa.

Tuntutan Belum Terpenuhi, Mahasiswa Bandung Demo 30 SeptemberMahasiswa di Bandung dan sekitarnya menggelar unjuk rasa tolak RKUHP dan RUU kontroversial lain, Senin (23/9). (CNN Indonesia/Huyogo Simbolon)

Dia menambahkan, sejauh ini tidak ada larangan dari pihak kampus terhadap mahasiswa yang melakukan demonstrasi.

Sebelumnya, berbagai elemen mahasiswa dan pegiat menggelar unjuk rasa menolak RKUHP, revisi UU KPK, dan beberapa RUU lainnya yang dinilai tak berpihak atau mengancam rakyat.

Unjuk rasa itu digelar di berbagai daerah di seluruh Indonesia, dari ujung barat hingga timur. Beberapa di antaranya adalah di Banda Aceh, Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, Palembang, Surabaya, Malang, Semarang, hingga Makassar.

Terkait revisi UU KPK yang sudah terlanjur disahkan paripurna DPR, sejumlah pakar hukum tata negara dan aktivis antikorupsi menilai Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bisa membatalkannya dengan cara menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) agar kembali ke UU KPK tahun 2002.

Terkait hal tersebut, usai bertemu para tokoh nasional pada Kamis (26/9), Jokowi mengatakan akan mempertimbangkan masukan-masukan yang diberikan termasuk soal Perppu. Padahal, beberapa waktu sebelumnya baik Jokowi maupun di lingkaran istana, dan pembantunya alias menteri menyatakan sang presiden tak akan menerbitkan Perppu KPK.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD selaku perwaklan para tokoh mengatakan Perppu KPK merupakan opsi yang paling kuat. Menurutnya pembahasan Perppu tersebut bisa dilakukan sampai ada suasana yang baik membicarakan isi dan substansinya.

“Presiden juga sudah menampung, pada saatnya yang memutuskan istana,” ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, situasi yang berkembang saat ini terkait revisi UU KPK dinilai sudah masuk tahap genting. Oleh kaerna itu, lewat subyektifitasnya maka Jokowi bisa saja menerbitkan Perppu.

“Kan memang sudah agak genting ini. Bisa juga hak subjektif presiden, menurut hukum tata negara. Tidak bisa diukur apa genting itu,” kata Mahfud di samping Jokowi, di Kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9).

Mahfud mengatakan ketika seorang presiden sudah menilai bahwa perlu mengambil tindakan di tengah kritikan atas keputusan sebelumnya, maka hal tersebut bisa dilakukan.

“Presiden mengatakan ‘ooh keadaan masyarakat dan negara begini, saya harus ambil tindakan’, itu bisa. Dan itu sudah biasa enggak dipersoalkan orang,” ujarnya.

Demo mahasiswa menolak RKUHP dan RUU kontroversial lain, serta menuntut pembatalan revisi UU KPK sendiri telah memakan korban jiwa yakni dua mahasiswa di Kendari-di mana salah satunya tewas akibat peluru.

(red/hyg/kid)