Park Seo-joon tampil sebagai petinju kelas dunia yang akhirnya terseret dalam urusan pengusiran iblis. (dok. keyeast production via hancinema.net)

Divianews.com — Perfilman Korea Selatan kembali dimeriahkan dengan film horor berbumbu agama dan sekte. Film The Divine Fury hadir mengusung tema serupa menyusul film The Sixth Finger yang telah tayang pada Februari 2019.

The Divine Fury merupakan film horor perdana yang ditulis serta dibuat oleh sutradara Kim Joo-hwan. Kali ini ia kembali menggandeng Park Seo-joon setelah mereka bekerja sama dalam Midnight Runner.

Kim Joo-hwan sebelumnya mengatakan dirinya menulis The Divine Fury setelah melihat patung malaikat melawan iblis ketika dirinya berkunjung ke Prancis beberapa waktu lalu.

Kisah The Divine Fury dimulai dengan perbincangan antara Yong-hoo (Park Seo-joon) kecil dengan ayahnya (Lee Seung-joon) mengenai iman kepercayaan dan pertolongan Tuhan. Namun, Yong-hoo mulai meragukan kepercayaannya ketika sang ayah meninggal akibat kecelakaan mobil. Tahun demi tahun berlalu, Yong-hoo yang menjadi juara tinju dunia akhirnya memilih berhenti percaya pada Tuhan.

Pada suatu malam, Yong-hoo bermimpi buruk dan telapak tangannya terluka. Konsultasi ke dokter tak membuahkan hasil dan tidak memuaskan rasa penasaran, ia memutuskan mengunjungi cenayang. Setelah melihat kondisi Yong-hoo, cenayang itu menganjurkan ia pergi menemui Father Ahn (Ahn Jung-ki), seorang pendeta sekaligus pengusir setan dari Vatikan.

Jalan cerita mulai menarik ketika Yong-hoo pergi menjumpao dengan Father Ahn. Belakangan, ia malah mulai membantu Father Ahn mengusir setan termasuk saat melawan uskup jahat (Woo Do-hwan).

Sejak awal, penonton bisa dengan jelas melihat dan merasakan unsur-unsur agama dalam The Divine Fury. Sutradara Kim Joo-hwan banyak menggunakan simbol-simbol agama seperti salib serta rosario. Percakapan antartokoh turut menggambarkan perubahan keyakinan dari Yong-hoo.

Satu pesan yang disampaikan The Divine Fury yakni iblis menipu dan memanipulasi.

Kim Joo-hwan memilih menggambarkan iblis dalam bentuk menawan serta menarik perhatian. Si jahat juga ditunjukkan dalam bentuk ‘penolong’ ketika beberapa karakter dalam The Divine Fury berada pada titik terendah yang sangat gelap. Tak lupa, The Divine Fury memasukkan simbol-simbol kegelapan layaknya film horor sekte, seperti kepala kambing, ular, burung gagak, darah serta salib terbalik.

Apa arti pengusiran setan tanpa adegan orang melayang? Adegan yang dipopulerkan film The Exorcist (1973) juga digunakan dalam The Divine Fury. Namun, hal itu tak berhasil menebar horor bagi para penonton dalam studio bioskop. Adegan pengusiran malah terlihat seperti dalam film laga.

The Divine Fury memang menawarkan sesuatu yang berbeda mengenai pengusiran setan. Proses ritual ditampilkan memerlukan kemampuan Yong-hoo sebagai juara tinju dunia, tak hanya pendeta dan pembacaan ayat suci.

Ritual-ritual kegelapan yang ditampilkan justru malah sedikit menggelitik tawa sebab mengingatkan pada santet yang berlaku di Indonesia: boneka, darah segar, jantung hewan serta alat tusuk.

Sayang, kentalnya unsur agama serta simbol setan sama sekali tak tergambarkan dari pemilihan sosok kegelapan.

Sosok-sosok yang muncul malah terlihat seperti monster dan alien, bayangan hitam yang terlihat seperti laba-laba hingga Ryuk, karakter anime Death Note. Belum lagi sosok akhir sang uskup jahat yang malah membuat penonton bingung.

Meski tak terlalu berhasil menghantui penonton, sinematografi The Divine Fury cukup menarik terutama dalam menggambarkan adegan-adegan pengusiran setan. Music scoring yang menyertai pengutipan ayat-ayat kitab suci juga membuat jantung penonton berdegup lebih kencang dari biasanya.

Sebagai film horor, The Divine Fury malah lebih menyentuh karena menyisipkan unsur keluarga di dalamnya. Kisah Yong-hoo bersama ayahnya serta Father Ahn lebih membekas daripada unsur horor.

Selain formula baru dalam pengusiran setan, tak ada yang benar-benar spesial dari The Divine Fury. Akhir dari film berdurasi 129 menit itu juga tak spektakuler. Hal itu disebabkan film ini akan memiliki sekuel.

Namun film ini layak ditonton bagi pecinta film horor sekte sebab memiliki jalan cerita yang lebih cepat ketimbang The Sixth Finger. (red)