Divianews.com | Palembang — Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Sumatera Selatan pada bulan Februari 2025 mencatatkan deflasi sebesar 0,41% (mtm), yang lebih dalam dibandingkan dengan deflasi bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,36% (mtm). Deflasi di Sumatera Selatan ini juga lebih rendah dibandingkan dengan deflasi nasional yang tercatat sebesar 0,48% (mtm).

Secara tahunan, inflasi di Sumatera Selatan tercatat sebesar 0,49% (yoy), yang lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat deflasi sebesar 0,09% (yoy).

Deflasi yang terjadi di Sumatera Selatan terutama disumbang oleh penurunan harga beberapa komoditas. Beberapa komoditas yang memberikan andil terhadap deflasi antara lain tarif listrik, cabai merah, daging ayam ras, tomat, dan bawang merah. Secara rinci, andil deflasi pada masing-masing komoditas tersebut adalah 0,53% (mtm) untuk tarif listrik, 0,10% (mtm) untuk cabai merah, 0,10% (mtm) untuk daging ayam ras, 0,07% (mtm) untuk tomat, dan 0,04% (mtm) untuk bawang merah, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2025.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sumatera Selatan, Ricky P. Gozali, menjelaskan bahwa penurunan tarif listrik turut berkontribusi terhadap deflasi.

“Penurunan tarif listrik selaras dengan kebijakan diskon 50% bagi pelanggan rumah tangga dengan daya kurang dari 2.200 VA yang berlaku hingga Februari 2025, ikut menyumbang deflasi di Sumsel pada bulan Februari,” ujarnya.

Sementara itu, deflasi pada komoditas cabai merah, tomat, dan bawang merah dipicu oleh peningkatan pasokan yang tersedia di pasar. Adapun penurunan harga daging ayam ras dipengaruhi oleh normalisasi permintaan setelah perayaan Imlek.

Inflasi yang terkendali di Provinsi Sumatera Selatan tidak lepas dari peran aktif Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumsel dalam menerapkan strategi 4K, yaitu Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi yang Efektif.

Sebagai bagian dari strategi ini, TPID di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota secara rutin melaksanakan operasi pasar murah untuk menstabilkan harga dan menjaga daya beli masyarakat.

Selain itu, TPID juga melakukan inspeksi pasar secara rutin untuk memastikan ketersediaan pasokan pangan dan pemantauan stok. Pengawasan distribusi juga mencakup minyak goreng, dengan sidak langsung ke produsen dan distributor utama (D1), serta pemasangan spanduk Harga Eceran Tertinggi (HET) MinyaKita guna memastikan kestabilan pasokan dan harga di pasar.

Semua kegiatan pengendalian inflasi ini didukung oleh komunikasi yang efektif antar pemangku kebijakan, yang dilakukan melalui High Level Meeting (HLM) TPID se-Sumatera Selatan, pelaksanaan rapat koordinasi rutin, siaran pers terkait inflasi, serta publikasi operasi pasar murah di media sosial dan media cetak.

Ke depan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan akan terus bersinergi dengan pemerintah untuk memperkuat perekonomian daerah dan menjaga inflasi tetap berada dalam rentang yang ditetapkan.

Sinergi ini akan diwujudkan melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) dan Gerakan Pengendalian Inflasi Serentak se-Sumsel (GPISS), yang bertujuan untuk mencapai target inflasi pada tahun 2025 dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (adi)