Spirit Keterwakilan Perempuan dalam Lembaga Penyelenggara Pemilu
Penulis : Hibza Meiridha Badar, ST, SH, C.Me
Komisioner Komisi Informasi Provinsi Sumsel
Ketua Divisi Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi
Ketua Pokja Apresiasi Desa 2022
Divianews.com | NASIONAL | Praktik kehidupan politik perempuan mengalami pasang surut. Dari aspek keterlibatan perempuan dalam dunia politik masih membutuhkan perjuangan dalam memperkuat eksistensi dan posisi di rana publik. Jika melihat grafik perkembangan perempuan di lembaga legislatif dan penyelenggara pemilu jumlahnya fluktuatif.
Data riset Pusat Kajian Politik (Puskapol ) FISIP Universitas Indonesia dalam kegiatan virtual She Leads Indonesia 2021, 27-30 September 2021, untuk tingkatan DPR RI anggota legislatif (aleg) secara angka tahun 2004 dari 550 kursi 11% Aleg perempuan, 2009 dari 560 kursi 18% Aleg perempuan , 2014 dari 560 kursi 17% Aleg perempuan dan 2019 dari 575 kursi 20% Aleg perempuan. Kesenjangan jumlah perempuan dan laki-laki di struktur penyelenggara pemilu timpang. Periode 2012-2017 di KPU RI dari 7 komisioner jumlah 6 laki-laki dan 1 perempuan dan Bawaslu RI 5 komisioner jumlah 4 laki-laki dan 1 perempuan. Periode berikutnya 2017-2022 jumlah perempuan tidak meningkat, menyisahkan satu komisioner
Tahun keemasan keterlibatan perempuan di penyelenggara periode 2007-2012 di KPU RI dari 7 komisioner, 3 diantara perempuan dan Bawaslu periode 2008-2012 dari 5 komisioner, 3 diantara perempuan.
Pandangan penulis, kesenjangan politik perempuan tidak lepas dari sistem politik dan sistem pemilu dan karakteristik kelembagaan, perspektif gender di ruang kompetisi, produk hukum masih belum berkeadilan gender dan kemampuan manejerial mempersiapkan diri bertarung di ruang publik.
Penulis berpendapat, situasi ini tidak terlepas dari kurang keserataan perempuan di ruang kompetisi penyelenggara pemilu.
Optimis Keterwakilan Perempuan di Bawaslu dan KPU
Penulis optimis adanya keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu di semua tingkatan.
Menurut penulis, diakomodirnya keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu membawa angin segar bagi kualitas demokrasi suatu negara yang lebih sehat.
Penulis yakin pada seleksi penyelenggara Pemilu, keterwakilan perempuan di Bawaslu dan KPU capai 30 persen bukanlah mimpi. Untuk memperjuangkan keterwakilan perempuan, baik di pusat dan daerah, kita harus bekerja dan berjuang bersama-sama. Harap diingat bahwa tujuan jangka panjang kita bukanlah sekadar memenuhi target banyaknya jumlah perempuan, tetapi munculnya kebijakan-kebijakan, program, dan peraturan yang berperspektif gender, demi mewujudkan perempuan yang berdaya, menuju Indonesia maju.
Menurut penulis, semakin banyak perempuan yang berpartisipasi di lembaga legislatif, maka demokrasi di Indonesia akan semakin sehat.
Kesempatan keterwakilan perempuan di panggung politik sebagai penyelenggara pemilu di Indonesia cukup cerah bagi kaum perempuan untuk mengambil peran.
Oleh karenanya, penulis optimis keterwakilan perempuan di lembaga Bawaslu dan KPU akan diberikan. Khususnya penulis menyoroti lembaga Bawaslu Provinsi Sumsel, sampai hari ini belum pernah ada anggota Bawaslu-nya unsur perempuan, padahal amanat Undang-undang telah jelas memperhatikan keterwakilan 30 perempuan di dalamnya. Hal ini berbeda dengan KPU yang lebih terbuka memberikan kesempatan pada keterwakilan perempuan.
Penulis menambahkan, untuk mewujudkan hal tersebut, maka kelompok kelompok organisasi perempuan di Sumsel harus membuat Road Map pencapaian 30 persen keterwakilan perempuan di setiap penyelenggaraan pemilu .
Selain itu, penulis menegaskan ketika kita memiliki impian, komitmen, dan keyakinan, maka harus didukung dengan peta jalan dan aksi.
Spirit Political Will Gender
Dari aspek masalah di atas hendaknya menjadi catatan kritis. Perempuan tidak hanya sebagai penonton demokrasi tetapi juga penggerak demokrasi berkelanjutan.
Saat ini, konsolidasi gerakan perempuan secara kelembagaan terus berdenyut langkah politiknya. Spirit regenerasi dilakukan dalam tiga gerakan yakni peningkatan kualitas individu perempuan, pelatihan kelembagaan untuk persiapan pemimpin perempuan penyelenggara pemilu seperti dilakukan oleh Puskapol UI dan peningkatan political will afirmasi keterwakilan di parlemen untuk penguatan hak politik perempuan melalui produk perundang-undangan.
Editor : Adi