Penulis: Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo (Wadankodiklatad)

Divianews.com | Bandung — Di era pertempuran modern, penggunaan kemajuan teknologi adalah sesuatu yang wajib, terutama sekali teknologi komunikasi dan navigasi. Pergerakan pasukan, komunikasi antar satuan, suplai logistik, pelacakan titik sentral musuh, termasuk kekuatan internal pasukan, banyak bergantung pada kekuatan teknologi. Pemanfaatan teknologi Integrated Visual Augmentation System (IVAS) oleh AS dalam berbagai operasi militer adalah salah satu buktinya (Lasserre 2022).

Melalui perangkat teknologi, sebuah pasukan bisa melacak dan mengetahui posisi musuh, komunikasi yang berlangsung termasuk kekuatan pasukan, cukup dengan memanfaatkan sebuah layar monitor. Akurasi titik koordinat juga bisa ditampilkan (Skokowski et al. 2022) which can be used in relation to emerging military systems based on fifth-generation (5G. Teknologi GPS sudah menunjukkan bagaimana potret sebuah wilayah bisa ditampilkan dari jarak jauh.

Akan tetapi kecanggihan teknologi ternyata juga menciptakan ancaman tersendiri, karena semua perangkat teknologi komunikasi dan navigasi bertumpu pada kekuatan satelit dan sinyal frekuensi radio (RF). Akibatnya, dalam konteks pertempuran militer, sinyal dan frekuensi inilah yang kemudian diserang pada tahap pertama. Keampuhan serangan yang kemudian mematikan sistem komunikasi musuh akan jadi titik awal keberhasilan sebuah operasi militer. Mekanisme pengacauan sistem komunikasi inilah yang disebut sebagai Jammer Militer.

Jammer militer adalah perangkat elektronik yang dirancang untuk mengganggu atau memblokir sinyal elektronik dalam suatu area tertentu (Sharma, Sarma, and Mastorakis 2020). Melalui aktifitas jamming, pengacauan komunikasi hingga merusak sistem navigasi sangat mungkin dilakukan. Akibatnya pasukan yang melakukan jamming bisa mendominasi medan elektronik dan mengambil keuntungan strategis. Sistem komunikasi musuh bisa dilumpuhkan sekaligus keberadaan pasukan juga bisa dikaburkan. Akan terjadi kondisi seperti orang buta yang maju ke medan tempur. Pasukan musuh tak akan bisa melihat apapun, dan itu adalah sebuah keuntungan strategis bagi pasukan yang melakukan jamming.

Pada konteks inilah terlihat suatu kondisi penting serta peran signifikan dari jammer pada dunia militer, karena sistem komunikasi dan navigasi adalah hal yang paling krusial dalam sebuah operasi militer. Apalagi pada perkembangan sekarang ini, fenomena peperangan militer bukan lagi perang konvensional, tapi sudah menjadi sebuah peperangan elektronik (electronic warfare). Kemenangan sebuah peperangan ditentukan bagaimana pemanfaatan perangkat elektronik bisa dimaksimalkan (Dahm 2020). Tulisan ini akan mendalami bagaimana peran kritis jammer dalam konteks militer, khususnya di Indonesia. Termasuk rekomendasi hal-hal apa yang harus dilakukan dalam pemanfaatan jammer di militer Indonesia.

Sejarah Jammer

Ditilik dari sejarah, pemanfaatan jammer memang diawali dan banyak berkembang di dunia militer. Bahkan hingga saat ini, di banyak negara, jammer hanya diizinkan pemakaiannya oleh militer, dilarang penggunaan oleh sipil (Singh et al. 2019). Hal ini disebabkan karena penggunaan jammer bisa mengacaukan sistem komunikasi pihak lain.

Saat perang dunia II berlangsung, jammer sudah mulai diterapkan. Seperti pengacauan sistem navigasi angkutan udara Jerman oleh Inggris, penaburan Chaff secara besar-besaran oleh Inggris ke Hamburg Jerman tahun 1943. Begitu juga saat terjadi perang Malvinas antara Inggris dengan Argentina, dimana rudal Exocet Argentina dibingungkan oleh chaff yang ditaburkan Inggris. Hal yang sama juga terjadi saat konflik Mesir dengan Israel, perang Vietnam, dan bahkan saat perang teluk antara AS dengan Irak (Djaelani and Rustamaji n.d.).

Memang, perangkat jammer pertama kali dikembangkan dan digunakan oleh militer. Hal ini berawal dari tujuan fundamental menolak segala pengiriman informasi dari pengirim (komando taktis) ke penerima (tentara), dan orang- orang terkait. Sejarah menunjukkan jammer telah digunakan sejak jaman perang dunia kedua, jammer digunakan untuk mengganggu komunikasi musuh pada saat perang (Triyono, P, and Nashiruddin 2015).

Pada tahap awal pengembangannya, jammer militer umumnya difokuskan pada pengacauan sinyal radio frekuensi (RF) tradisional. Namun, dengan cepatnya perkembangan teknologi, jammer modern mampu menghadapi berbagai frekuensi dan jenis sinyal, termasuk sistem navigasi satelit (GPS), sistem komunikasi nirkabel, dan bahkan jaringan komputer.

Perkembangan Jammer mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Sekarang ini pemakaian jammer sudah meluas, tidak lagi hanya kalangan militer, walaupun sebetulnya pemakaian di warga sipil tidak dibolehkan. Penyebabnya karena jammer bisa dilakukan melalui perangkat smart phone. Ketersediaan perangkat elektronik dan canggihnya teknologi telekomunikasi memungkinkan banyak pihak menggunakan jammer. Seperti kasus hilangnya sinyal telepon seluler dalam acara tertentu. Orang-orang yang berada dalam radius jammer tidak akan bisa berkomunikasi dengan pihak lain melalui telepon seluler. Oleh karena itu lah jammer kemudian dilarang digunakan oleh publik, kecuali untuk kepentingan militer atau yang diizinkan.

Fungsi dan Kegunaan Jammer Militer Dengan karakteristik jammer sebagai pengacau sinyal-sinyal pada sistem komunikasi, maka jammer tentu saja memiliki fungsi dan kegunaan tersendiri. Terlepas dari sisi positif dan negatifnya, jammer jelas berguna untuk kelancaran tugas-tugas kemiliteran. Beberapa kegunaan dan fungsinya adalah sebagai berikut :

1. Pertahanan Elektronik: Jammer digunakan dalam pertahanan militer untuk melindungi sistem komunikasi dan navigasi dari serangan musuh. Jammer dapat mengacaukan atau memblokir sinyal-sinyal yang dapat digunakan oleh musuh untuk melacak atau menghancurkan peralatan militer.

2. Gangguan Komunikasi Musuh: Dalam konteks militer, jammer dapat digunakan untuk mengganggu komunikasi musuh, mencegahpertukaran informasi antar pasukanlawan. Hal ini dapat menciptakan kebingungan, mengurangi koordinasi,dan memberikan keuntungan taktis.

3. Gangguan Sistem Navigasi: Jammer dapat memblokir sinyal-sinyal GPS atau sistem navigasi satelit lainnya. Ini dapat menghambat kemampuan musuh untuk menentukan lokasi mereka secara akurat, yang penting dalam operasi militer.

4. Pencegahan Penggunaan Drone: Jammer dapat digunakan untuk memblokir sinyal kontrol dari dan ke drone. Hal ini dapat digunakan untuk mencegah penggunaan drone yang tidak diinginkan, seperti drone yang dimiliki oleh pihak musuh atau pihak yang tidak sah.

5. Pertahanan Terhadap Pencurian Informasi: Jammer dapat digunakan untuk melindungi informasi sensitif dari perekaman atau transmisi tidak sah. Misalnya, mereka dapat digunakan untuk melindungi ruang konferensi atau area lainnya dari penyadapan elektronik.

Melihat pada fungsi-fungsi di atas, maka jammer jelas tidak bisa disalahgunakan. Kesalahan pemakaian jammer atau digunakan oleh orang orang yang tidak bertanggungjawab, akan memberikan dampak signifikan. Ini perlu diwaspadai karena penggunaan jammer tidaklah terlalu rumit. Secara sederhana gambaran pemakaian jammer bisa dilihat dari gambar berikut.

Tampak bahwa jammer masuk ke sistem relay dan kemudian ini akan memecah dan bahkan memblok sinyal yang akan diteruskan ke pengguna. Sumber informasi yang berasal dari base station akan diblok oleh sinyal yang dikirimkan oleh jammer. Akibatnya, pengguna tidak akan bisa menerima informasi apapun.

Peran Kritis Jammer dalam Operasi Militer Modern Dalam konteks peperangan militer modern, pertahanan secara elektronik adalah hal terpenting. Jammer tidak hanya berfungsi sebagai pengacak dan pengacu sinyal musuh tapi juga bisa berguna untuk mempertahankan diri dari serangan elektronik pihak lawan. Oleh karena itu, beberapa peran penting dari jammer dalam konteks operasi militer modern adalah :

Pertama, sebagai proteksi dalam pertahanan terhadap ancaman serangan elektronik musuh. Dengan mengidentifikasi dan merespons terhadap ancaman sinyal musuh, jammer memungkinkan pasukan untuk mempertahankan integritas sistem komunikasi dan navigasi mereka sendiri. Ini tidak hanya melibatkan pengacauan terhadap sinyal musuh, tetapi juga kemampuan untuk mendeteksi dan melacak sumber-sumber sinyal tersebut.

Pertahanan elektronik modern bergantung pada kecepatan dan ketepatan respons terhadap ancaman. Jammer militer, yang dilengkapi dengan teknologi pemrosesan sinyal canggih, mampu mendeteksi dan menanggapi ancamandalam hitungan detik. Kemampuan ini memberikan keunggulan yang signifikan dalam mempertahankan sistem komunikasi dan navigasi militer dari serangan elektronik.

Kedua, Jammer militer menjadi senjata yang sangat efektif dalam operasi offensif. Dengan mengacaukan sistem komunikasi dan navigasi musuh, pasukan yang menggunakan jammer dapat menciptakan kebingungan dan ketidakpastian di antara pasukan lawan. Ini memungkinkan pelaksanaan serangan atau penarikan pasukan dengan efektif, sekaligus mengurangi kemampuan musuh untuk merespons dengan cepat.

Ketiga, Jammer juga dapat digunakan untuk menggagalkan pergerakan dan koordinasi musuh dalam medan pertempuran. Dengan memblokir sinyal GPS, pasukan yang menggunakan jammer dapat membuat pasukan musuh kehilangan kemampuan navigasi presisi, menghasilkan ketidakpastian dalam pergerakan pasukan musuh dan memudahkan penyerangan.

Keempat, tumbuhnya rasa percaya diri dan rasa keterlindungan dari para prajurit di medan pertempuran. Dengan adanya pengetahuan yang cukup dan memadai mengenai kekuatan musuh, keyakinan dari prajurit di lapangan akan meningkat. Jammer bisa diandalkan untuk melacak sejumlah informasi yang berkaian dengan peperangan.

Tantangan Media Komunikasi Militer di Indonesia

Meskipun memiliki peran yang vital, media komunikasi militer khususnya pemakaian Jammer di Indonesia juga menghadapi sejumlah tantangan yang perlu dicermati untuk memastikan keberlanjutan dan keefektifan dalam mendukung tugas-tugas keamanan nasional.

Pertama, keterbatasan dalam teknologi. Pemeliharaan sistem komunikasi dan perangkat lunak yang terus berkembang memerlukan investasi yang berkelanjutan. Peningkatan teknologi terkini menjadi penting untuk menghadapi ancaman cyber warfare, serta memastikan kelancaran dan keamanan komunikasi militer. Teknologi jammer memang tidak terlalu tinggi dalam nilai investasi, tetapi teknologi untuk anti jammer, butuh pembiayaan besar.

Pengadaan dan perawatan perangkat harus berkelanjutan dan update terhadap teknologi. Investasi khusus harus diarahkan pada pencapaian ini.

Kedua, perbedaan teknologi atau protokol komunikasi antara cabang-cabang militer atau dengan mitra internasional. Harmonisasi dan integrasi sistem menjadi penting untuk memastikan kolaborasi yang efisien dalam situasi darurat atau konflik. Media komunikasi militer di Indonesia juga dihadapkan pada tantangan koordinasi antara cabang-cabang militer yang berbeda. Kekurangan integrasi yang efektif dapat mempengaruhi pertukaran informasi dan rencana taktis (Singh et al. 2019). Tantangan muncul ketika informasi sensitif harus disampaikan dengan hatihati untuk menghindari kepanikan atau pengungkapan yang dapat membahayakan keamanan nasional.

Ketiga, ketergantungan pada satelit dan infrastruktur komunikasi dapat menjadi poin kelemahan. Gangguan atau serangan terhadap infrastruktur ini dapat memotong saluran komunikasi militer (Sharma et al. 2020). Kemampuan dalam pemanfaatan teknologi, termasuk jammer, akan diikuti pula oleh kemampuan pihak lawan dalam menggunakan teknologi penangkal atau peretas. Teknologi komunikasi berpusat pada satelit. Keterlambatan dalam antisipasi teknologi seperti ini akan menjadikan Indonesia justru jadi bulan-bulanan ketika pihak lain sudah mampu lebih jauh menciptakan atau mengadopsi teknologi yang lebih maju. Jammer dapat memblokir atau mengacaukan sinyal komunikasi dan navigasi, mengakibatkan hambatan serius bagi operasi militer yang bergantung pada teknologi tersebut.

Keempat, keseimbangan antara keamanan dan transparansi. Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi, namun, dalam beberapa kasus, kepentingan keamanan dapat memerlukan pembatasan informasi tertentu.Secara keseluruhan, media komunikasi militer di Indonesia beroperasi di lingkungan yang dinamis dan penuh tekanan. Upaya yang berkelanjutan dalam meningkatkan teknologi, keamanan siber, koordinasi antar cabang, dan kesadaran akan tantangan keamanan informasi merupakan kunci untuk menjaga integritas dan efektivitas media komunikasi militer di masa depan.

Rekomendasi Penguatan

Terhadap beberapa penjelasan di atas, tampak bahwa ada hal-hal yang harus diselesaikan dan disempurnakan dalam konteks pemanfaatan jammer di dunia militer. Peran kritis jammer sudah meyakinkan kita bahwa teknologi ini punya peran penting dan strategis. Beberapa hal bisa direkomendasikan untuk penguatan dan optimalisasi pemanfaatan jammer.

Pertama, di level top management dan pengambil kebijakan, harus menetapkan bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi adalah bagian integral yang tak terpisahkan dalam implementasi Sishannas. Melalui ini akan memudahkan turunan kebijakan ke level menengah dan bawah untuk eksekusi, baik soal aspek pendidikan, pendanaan, sampai pengadaan. Kemauan politik menjadi kata kunci berjalannya implementasi pemutakhiran teknologi informasi dalam pertahanan nasional.

Kedua, pihak terkait dalam produksi teknologi informasi dan komunikasi harus bisa menurunkan kebijakan manajemen puncak dalam kegiatannya. Dengan kata lain, jika selama ini teknologi informasi, termasuk jammer banyak bergantung dari pengadaan pihak luar, sudah saatnya Indonesia menerapkan kebijakan mampu berdiri sendiri. Inovasi-inovasi harus terus dilakukan dan kemudian mendapatkan fasilitasi dari negara. Kebijakan industri pertahanan bisa jadi landasan dalam merancang dan menciptakan produkproduk baru yang sejatinya bisa dipakai secara internal ataupun ekternal. Tanggung jawab terletak pada berbagai Badan Litbang, baik dari unsur militer ataupun sipil. Seberapa kuat inovasi diciptakan dan seberapa besar memiliki nilai kemanfaatan bagi pemakai dalam negeri akan jadi pertanyaan.

Ketiga, perlu ada upaya untuk meningkatkan kolaborasi dan koordinasi antara angkatan bersenjata ataupun lembaga non militer. Ini untuk mengatasi masalah perbedaan persepsi dan sudut pandang dalam melihat teknologi dan kepentingan pertahanan. Asumsi bahwa teknologi jammer hanya boleh digunakan untuk keperluan militer, harus dilihat dari sudut pandang sistem pertahanan nasional, bukan kepentingan lembaga semata apalagi individu.

Keempat, pengembangan sistem alternatif dan cadangan menjadi penting untuk menjaga kelancaran komunikasi. Kesadaran keamanan informasi dan pelatihan bagi personel militer menjadi aspek krusial untuk mencegah kebocoran informasi atau serangan siber. Tantangan dalam menghasilkan budaya keamanan informasi yang kuat memerlukan investasi dalam pelatihan dan pendidikan bagi personel militer.

Kelima, diperlukan mekanisme koordinasi yang jelas dengan pihak non militer, bahwa dalam konteks pertahanan nasional, apapun dibolehkan untuk dilakukan, sepanjang akan berpengaruh kuat pada sistem pertahanan. Ini mengacu pada tantangan keterbukaan informasi publik, dimana publik memiliki hak untuk mendapatkan informasi sedetil mungkin, tetapi pihak militer dengan alasan pertahanan nasional, harus juga melakukan pembatasan-pembatasan. Tidak semua informasi bisa disampaikanke publik, tetapi militer harus tahu hal itu.

Keenam, lembaga-lembaga pendidikan militer harus senantiasa menyesuaikan kurikulum pembelajarannya dengan menekankan kesadaran tentang electronic warfare adalah sebuah keniscayaan. Ada materi khusus yang akan membentuk pola berpikir prajurit sehingga tidak ada kegagapan dalam melihat dan memakai teknologi terbaru. Lembaga semacam Kodiklat menanamkan kurikulum berbasis Teknologi Informasi yang kekinian sebagai sebuah kebutuhan yang mau tidak mau harus dipenuhi.

Ketujuh, lembaga pendidikan tinggi non militer juga harus dikondisikan agar melek dan paham bahwa konteks pertahanan negara saat ini bukan lagi pertahanan secara konvensional, tapi sudah berbasis teknologi militer. Lembaga tersebut juga berperan dalam menunjukkan kiprah nyata untuk penguatan teknologi informasi. Hasil dari pekerjaan lembaga pendidikan tinggi bisa dimaksimalkan untuk menopang pertahanan nasional, apapun bentuk dan produk yang dihasilkan.

Demikian tulisan tentang Peran Kritis Jammer dalam Operasi Militer Modern ini dibuat. Semoga dapat menjadi pemacu inovasi prajurit dan satuan demi kemajuan TNI AD yang kita banggakan bersama.

Tulisan ini sudah terbit di Majalah Teritorial TNI, dan sudah mendapatkan persetujuan dari penulis untuk diterbitkan ulang di Divianews.com

Editor: Adi