Oleh : Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo

Divianews.com | Jakarta — Baru-baru ini, sebuah kejutan besar dialami Indonesia. Pusat Data Nasional diserang dan data-data penting bocor. Ini tentu jadi persoalan serius mengingat di era digital sekarang ini, basis data menjadi penting dan semuanya memang terkumpul di perangkat lunak. Keamanan terhadap perangkat ini harus jadi nomor satu, sistemnya harus betul-betul terjamin.

                Tetapi yang namanya benda ataupun perangkat lunak ciptaan manusia, selalu saja ada titik lemah yang memungkinkan untuk dimanfaatkan pihak lain. Sistem mungkin sudah disiapkan lengkap dengan segala perangkat keamanannya. Tapi penerobos tetap punya celah.

                Beberapa negara besar di dunia pernah mengalami kebocoran data, baik dalam bentuk digital ataupun pembocoran secara sengaja. Sebagai contoh, Wikileaks pernah menyebarkan beberapa informasi rahasia dari beberapa negara besar, termasuk AS. Israel pernah dibobol mengenai kemampuan dan kesiapan personal IDF. Invasi AS di Afganistan juga pernah lolos ke publik yang menunjukkan sisi lain misi AS di Timur Tengah. Hal sama juga pernah dialami Mesir, UEA, Korea Selatan, dan Iran.

                Pendek kata, negara manapun di dunia sebetulnya memiliki kerentanan tersendiri dalam membentengi data-data rahasia mereka. Tak ada yang kebal terhadap kebocoran, karena mengetahui kekuatan informasi sebuah negara adalah sesuatu yang penting di era sekarang. Sebaliknya pada posisi ini, tidak ada satupun negara di dunia yang tidak bertumpu pada data-data digital. Oleh karena itu, keamanan data digital menjadi top priority yang harus diyakinkan terlaksana dengan baik(Shalom & Fred, 2023).

                Hal-hal penting dalam cyber securitysetidaknya adalah (1) perlindungan informasi sensitif, (2) privasi, (3) mencegah kerugian finansial, (4) keamanan nasional, (5) keberlangsungan bisnis, (6) kejahatan dunia maya, (7) kepercayaan publik(Shalom & Fred, 2023).  Artinya semua sektor akan dipengaruhi apabila data sudah bisa diretas pihak lain. Mau tidak mau cyber security harus jadi perhatian serius.

                Dalam konteks ini, data-data digital tersebut identik dengan aset berharga yang harus dijaga ketat. Tentu saja sebagai sesuatu yang berharga, maka ia tidak akan lepas dari ancaman pihak luar untuk menguasainya. “Perang Siber” berlangsung pada wilayah ini.

                Bocornya data di Indonesia beberapa waktu lalu memberi penegasan bahwa perang siber sudah berlangsung dan Indonesia sudah diserang. Perang Siber mengacu pada konflik atau pertempuran yang terjadi di ruang siber, di mana serangan dan pertahanan dilakukan melalui komputer, jaringan, dan media digital lainnya. Meskipun serangan siber telah dikenal sejak lama, namun kompleksitas dan dampaknya semakin meningkat seiring dengan berkembangnya teknologi.

Perang Siber tidak hanya terbatas pada serangan individu atau kelompok kecil, tetapi juga melibatkan negara-negara dan aktor-aktor internasional. Beberapa jenis serangan siber yang mungkin terjadi, Serangan DoS (Denial of Service), yaitumenyerang sebuah sistem atau jaringan dengan mengirimkan lebih banyak permintaan daripada yang dapat ditangani oleh sistem tersebut, sehingga membuat layanan tidak dapat diakses oleh pengguna yang sah.

Malware dan Ransomware, yaitu program jahat yang dirancang untuk merusak atau mengendalikan komputer atau jaringan, serta ransomware yang mengenkripsi data dan meminta tebusan untuk mendapatkan kunci dekripsinya. Serangan ini juga yang disinyalir dialami oleh Indonesia beberapa waktu lalu.

Serangan Fisik terhadap Infrastruktur Digital. Misalnya, dengan merusak fisik server atau kabel-kabel jaringan yang mengakibatkan gangguan layanan yang luas.Pencurian Data, penyusupan ke dalam jaringan untuk mencuri data sensitif seperti informasi finansial, rahasia industri, atau data pribadi pengguna.

Jika ditilik lebih jauh, perang siber ini memiliki korelasi dengan Perang Elektronika (Pernika). Cakupan pernika lebih luas, tidak hanya sisi dunia maya atau wilayah siber semata. Segala perangkat elektronika yang digunakan untuk menyerang ataupun diserang, sudah masuk dalam wilayah ini. Indonesia sebetulnya sudah cukup aware, setidaknya sudah ada kebijakan yang meminta untuk hati-hati dan bersiap jika ini terjadi. Hanya saja lompatan-lompatan teknologi yang begitu cepat, kadang tidak seimbang dengan kecepatan antisipasi kebijakan.

Pernika itu sudah terjadi sebagaimana perang siber juga sudah berlangsung. Saat ini, semua sisi Indonesia terindikasi menjadi sasaran target. Kewaspadaan dan kerahasiaan adalah kuncinya. Ini patut digarisbawahi karena pernika maupun perang siber, tidak kasat mata. Tak terlihat tapi efeknya sangat kuat.

Azas operasi dalam peperangan jenis ini seharusnya menempatkan sisi keterpaduan/kompak/komitmen, kecepatan, kekinian/update, kerahasiaan, fleksibilitas, dan ketepatan sebagai hal mendasar. Pernika maupun perang siber hanya bisa dijamin kekuatannya jika ada keterpaduan semua unsur pelaksana dan punya komitmen bersama. Jangan ada pengkhianat pada wilayah ini, integritas semua unsur harus bisa dipegang kuat. Jika ada musuh dalam selimut, dalam sekejap benteng negara akan ditembus.

Perang ini juga butuh kecepatan dan perangkat yang selalu diperbarui atau mengikuti trend perkembangan teknologi. Sejatinya, negara pelaksana pernika harus selangkah lebih maju. Konsekuensinya memang pada anggaran, tapi itu harus diadakan karena taruhannya tidak sedikit.

Apalagi soal kerahasiaan. Inilah pentingnya integritas dan orang-orang yang diyakini selalu terpatri slogan NKRI didadanya. Semua wilayah siber dan elektronika adalah daerah yang tidak kelihatan. Penyusup bisa masuk secara rahasia.Kerahasiaan harus terjaga kuat, dan integritas petugas jadi nomor satu.

Di beberapa negara atau jika dilihat sejarah-sejarah negara kerajaan masa lalu, keutuhan sistem inilah yang kerap bermasalah. Bak drama film-film mafia, garis-garis pertautan antar sub sistem justru paling rentan. Di barisan depan ada pion-pion yang menjadi pelaku perusak kasat mata. Di bagian tengah ada medioker dan makelar yang mengendalikan, di belakang ada pendorong dan pengaman secara sistemik. Jauh ke sisi terdalam ada otak yang mengendalikan. Antara pion dengan kelompok bagian belakang tak pernah berhubungan, apalagi sang otaknya. Semua seakan terjadi begitu saja, kriminalitas biasa.

Sang Otak tetap aman-aman saja. Sulit menebak siapa Sang Otak ini, tapi keyakinan publik cukup kuat, ini pasti ada orangnya. Jika beranalogi pada film-film mafia dan konflik di negara kerajaan masa lalu, titik awal selalu berada di wilayah Ring 1. Dengan berbagai trik canggih, seorang Sekretaris Kerajaan, bisa menjadi otak kejatuhan Sang Raja. Ia tak akan pernah diketahui sampai kapanpun, karena Sang Sekretaris juga dikendalikan oleh kekuatan lain yang lebih besar.

Anomali ini yang membuat semua menjadi abu-abu. Pada kontek pernika dan perang siber, aspek komitmen dan integritas tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam ranah militer, jebolnya sebuah sistem bisa karena memang kuatnya penetrasi musuh, atau karena lemahnya pertahanan perlindungan internal atau bisa jadi karena skenario besar yang didukung oleh sebagian pihak internal. Semua bisa terjadi.

Oleh karena itu menjadi tepat ketika Panglima TNI menekankan pentingnya penguatan SDM mulai dari tahap rekruitmen hingga penguatan sistem di dalam. Kebijakan dan berbagai regulasi akan diperkuat mendukung itu. Selain menekankan pada aspek perlindungan (ketahanan), juga menyasar kemampuan counter attack. Ragam dinamika baik karena faktor internal ataupun ekternal tentu harus bisa disikapi. Teknologi akan tetap berkembang, tetapi aspek SDM dan regulasi harus punya kemampuan khusus, kemampuan dalam bertempur di wilayah elektronika dan siber.

Referensi : Shalom, J., & Fred, W. (2023). Cybersecurity in the Digital Age : Protecting Information and Systems. Osf.Preprint. https://osf.io/preprints/osf/9bxcz

Editor: Adi